Di tengah dinamisnya pasar kerja dan laju perkembangan teknologi, kita sering dihadapkan pada realitas adanya kesenjangan keterampilan antara lulusan pendidikan formal dengan kebutuhan industri. Fenomena ini menyebabkan tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan, terutama dari jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Oleh karena itu, penyesuaian kurikulum pendidikan menjadi sebuah keharusan yang mendesak untuk memastikan lulusan siap bersaing di dunia kerja.
Kesenjangan keterampilan ini muncul karena kurikulum yang ada seringkali belum sepenuhnya selaras dengan tuntutan dan perkembangan terbaru di sektor industri. Materi pelajaran mungkin terlalu teoritis atau tidak relevan dengan praktik di lapangan. Industri membutuhkan lulusan yang tidak hanya menguasai konsep dasar, tetapi juga memiliki keterampilan praktis, kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, adaptasi terhadap teknologi baru, dan keterampilan interpersonal yang kuat. Jika kurikulum tidak mampu membekali siswa dengan kompetensi ini, mereka akan kesulitan bersaing.
Dampak dari kesenjangan keterampilan ini sangat nyata. Di kota-kota besar seperti Jakarta, persentase pengangguran lulusan SMA/SMK cukup tinggi. Hal ini bukan hanya kerugian bagi individu yang kesulitan mendapatkan pekerjaan, tetapi juga bagi perekonomian nasional yang kehilangan potensi produktivitas. Kurikulum yang tidak responsif terhadap kebutuhan pasar kerja akan terus menghasilkan lulusan yang tidak siap pakai, memperparah masalah pengangguran struktural.
Oleh karena itu, penyesuaian kurikulum harus menjadi prioritas utama. Ini bisa dilakukan melalui beberapa cara: pertama, dengan memperkuat program pendidikan vokasi yang berorientasi pada praktik; kedua, dengan mengintegrasikan lebih banyak program magang atau praktik kerja industri ke dalam kurikulum; dan ketiga, dengan memastikan adanya kolaborasi erat antara pihak sekolah, pemerintah, dan dunia usaha/industri. Keterlibatan aktif dari industri sangat penting agar kurikulum benar-benar mencerminkan kebutuhan mereka.
Sebagai informasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) per Mei 2025 menunjukkan bahwa lulusan SMA/SMK masih mendominasi angka pengangguran terbuka di beberapa wilayah metropolitan, salah satunya Jakarta. Menanggapi situasi ini, Bapak Ir. Ahmad Yani, seorang ahli pendidikan dari Universitas Teknologi Jakarta, dalam sebuah seminar online pada hari Selasa, 13 Mei 2025, pukul 22:37 WIB, menyatakan, “Kurikulum kita harus dinamis. Kita tidak bisa lagi hanya mengajarkan apa yang ada di buku, melainkan apa yang dibutuhkan dunia kerja besok. Tanpa penyesuaian mendesak, kesenjangan keterampilan akan terus melebar.”